Cara Budidaya Udang Windu
I. Pendahuluan
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, tubuh beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di tempat sekitar sungai besar dan rawa akrab pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para hebat sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.
Udang merupakan salah satu materi masakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata‐rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun sampai ketika ini negara produsen udang yang menjadi pesaing gres ekspor udang Indonesia terus bermunculan. Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada kurun waktu tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada produk perikanan. Selepas tahun 1995
JENIS
Klasifikasi udang yakni sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub‐klas : Malacostraca (udang‐udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub‐ordo : Natantia (kaki dipakai untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
MANFAAT
!) Udang merupakan materi masakan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, lantaran kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram materi yakni vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2) Udang sanggup diolah dengan beberapa cara, ibarat beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll. 3) Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk menciptakan pasta udang dan hidrolisat protein.
4) Limbah yang berupa kepala dan kaki udang sanggup dibentuk tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5) Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah sanggup dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6) Chitosan yang terdapat dalam kepala udang sanggup dimanfaatkan dalam industri kain, lantaran tahan api dan sanggup menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak gampang larut dalam air.
II. Teknis Budidaya
Budidaya udang windu mencakup beberapa faktor, yaitu :
2.1. Syarat Teknis
- Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada tempat pantai yang memiliki tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang gampang dipadatkan sehingga bisa menahan air dan tidak gampang pecah.
- Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran materi kimia berbahaya.
- Mempunyai akses air masuk/inlet dan akses air keluar/outlet yang terpisah.
- Praktis mendapat sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
- Pada tambak yang intensif harus tersedia pemikiran listrik dari PLN atau memiliki Generator sendiri.
2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
- Tambak Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan aktivitas pakan tidak teratur.
- Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada tempat terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di tempat yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibentuk kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta aktivitas pakan yang baik.
2.3. Benur / BIBIT
Budidaya udang windu mencakup beberapa faktor, yaitu :
2.1. Syarat Teknis
- Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada tempat pantai yang memiliki tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang gampang dipadatkan sehingga bisa menahan air dan tidak gampang pecah.
- Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran materi kimia berbahaya.
- Mempunyai akses air masuk/inlet dan akses air keluar/outlet yang terpisah.
- Praktis mendapat sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
- Pada tambak yang intensif harus tersedia pemikiran listrik dari PLN atau memiliki Generator sendiri.
2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
- Tambak Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan aktivitas pakan tidak teratur.
- Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada tempat terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di tempat yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibentuk kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta aktivitas pakan yang baik.
2.3. Benur / BIBIT
2.4. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan, mencakup :
- Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya niscaya meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan lantaran bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur sanggup dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
- Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit lantaran terkena sinar matahari/ultra violet.
- Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan takaran masing-masing 1 ton/ha.
- Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan sampai tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
- Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan takaran 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih gres dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk sampai larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak.
Pengolahan lahan, mencakup :
- Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya niscaya meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan lantaran bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur sanggup dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
- Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit lantaran terkena sinar matahari/ultra violet.
- Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan takaran masing-masing 1 ton/ha.
- Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan sampai tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
- Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan takaran 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih gres dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk sampai larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak.
2.5. Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh sesudah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan sampai minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan takaran 600 kg/ha.
2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan sesudah air jadi, yaitu sesudah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, lantaran benur masih lemah dan gampang stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur yakni :
- Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, semoga terjadi pembiasaan suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
- Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada potongan ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit semoga terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
- Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya semoga terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur sanggup menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
- Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, sanggup dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.
2.7. Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di tempat penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan proteksi pakan. Sekat tersebut sanggup diperluas sesuai dengan perkembangan udang, sesudah 1 ahad sekat sanggup dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati lantaran udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air gres diberi perlakuan TON dengan takaran 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi materi organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh lantaran itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan takaran 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air gres tetap diberi perlakuan TON.
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan yakni administrasi kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang buruk (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi materi organik dalam tambak yang semakin tinggi, mengakibatkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, karenanya udang gampang mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan membisu di sudut-sudut tambak, yang sanggup mengakibatkan terjadinya kanibalisme.
2.8. Panen.
Udang dipanen disebabkan lantaran tercapainya bobot panen (panen normal) dan lantaran terjangkit penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan kalau udang terjangkit penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena kalau tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik yakni yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada ketika panen sanggup dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, semoga udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.
III. Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa binatang dan flora yang membusuk). Pakan yang lain yakni pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari adonan 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 adonan 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 adonan 03 dengan 04 atau 04S
(jika menggunakan 04S, diberikan sampai umur 70 hari).
g. Umur 55 sampai panen pakan 04, kalau pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, dipakai pakan 05 sampai panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor yakni 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg sampai umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 yakni 3 jam, size 166-66 yakni 2,5 jam, size 66-40 yakni 2,5 jam dan kurang dari 40 yakni 1,5 jam dari pemberian.
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan takaran 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan sesudah itu 10 cc/kg pakan sampai panen.
IV. Penyakit.
2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan sesudah air jadi, yaitu sesudah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, lantaran benur masih lemah dan gampang stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur yakni :
- Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, semoga terjadi pembiasaan suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
- Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada potongan ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit semoga terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
- Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya semoga terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur sanggup menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
- Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, sanggup dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.
2.7. Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di tempat penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan proteksi pakan. Sekat tersebut sanggup diperluas sesuai dengan perkembangan udang, sesudah 1 ahad sekat sanggup dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati lantaran udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air gres diberi perlakuan TON dengan takaran 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi materi organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh lantaran itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan takaran 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air gres tetap diberi perlakuan TON.
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan yakni administrasi kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang buruk (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi materi organik dalam tambak yang semakin tinggi, mengakibatkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, karenanya udang gampang mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan membisu di sudut-sudut tambak, yang sanggup mengakibatkan terjadinya kanibalisme.
2.8. Panen.
Udang dipanen disebabkan lantaran tercapainya bobot panen (panen normal) dan lantaran terjangkit penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan kalau udang terjangkit penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena kalau tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik yakni yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada ketika panen sanggup dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, semoga udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.
III. Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa binatang dan flora yang membusuk). Pakan yang lain yakni pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari adonan 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 adonan 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 adonan 03 dengan 04 atau 04S
(jika menggunakan 04S, diberikan sampai umur 70 hari).
g. Umur 55 sampai panen pakan 04, kalau pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, dipakai pakan 05 sampai panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor yakni 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg sampai umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 yakni 3 jam, size 166-66 yakni 2,5 jam, size 66-40 yakni 2,5 jam dan kurang dari 40 yakni 1,5 jam dari pemberian.
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan takaran 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan sesudah itu 10 cc/kg pakan sampai panen.
IV. Penyakit.
0 Response to "Cara Budidaya Udang Windu"
Posting Komentar