Budidaya Flora Sagu
1. Teknik Budidaya Tanaman Sagu
- Nama Lain
dari Tanaman Sagu
Sagu (Metroxylon sp.) di duga berasal dari Maluku dan Irian. Hingga dikala ini belum ada data yang mengungkapkan semenjak kapan awal mula sagu ini dikenal. Di wilayah Indonesia bagian Timur, sagu semenjak usang dipergunakan sebagai kuliner pokok oleh sebagian penduduknya terutama di Maluku dan Irian Jaya. Teknologi eksploitasi, budidaya dan pengolahan tumbuhan sagu yang paling maju dikala ini yakni di Malaysia.
Tanaman Sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru.Tanaman sagu masuk dalam Ordo Spadicflorae, Famili Palmae. Di kawasanIndo Pasifik terdapat 5 marga (genus) Palmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaituMetroxylon, Arenga, Corypha, Euqeissona, dan Caryota.Genus yang banyak dikenal yakni Metroxylon dan Arenga, lantaran kandungan acinya cukup tinggi.
Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu : yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dan berbunga atau berbuah sekali (Hapaxanthic) yang mempunyai nilai hemat penting, lantaran kandungan karbohidratnya lebih banyak. Golongan ini terdiri dari 5 varietas penting yaitu :
- Metroxylon sagus,Rottbol atau sagu molat
- Metroxylon rumphii, Martius atau sagu Tuni.
- Metroxylon rumphii, Martius varietas Sylvestre Martius atau sagu ihur
- Metroxylon rumphii,Martius varietas Longispinum Martius atau sagu Makanaru
- Metroxylon rumphii,Martius varietas Microcanthum Martius atau sagu Rotan
Dari kelima varietas tersebut, yang mempunyai arti hemat penting yakni Ihur, Tuni, dan Molat.
Sagu mempunyai peranan sosial, ekonomi dan budaya yang cukup penting di Propinsi Papua lantaran merupakan materi kuliner pokok bagi masyarakat terutama yang bermukim di daerah pesisir. Pertanaman sagu di Papua cukup luas, namun luas areal yang niscaya belum diketahui. Berdasarkan data penelitian dan pengambangan pertanian sanggup diperkirakan luas hutan sagu di Papua mencapai 980.000 ha dan kebun sagu 14.000 ha, yang tersebar pada beberapa daerah, yaitu Salawati, Teminabuan, Bintuni, Mimika, Merauke, Wasior, Serui, Waropen, Membramo, Sarmi dan Sentani.
- Syarat Tumbuh
Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan sagu antara 2.000 – 4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Sagu sanggup tumbuh hingga pada ketinggian 700 m di atas permukaan bahari (dpl), namun produksi sagu terbaik ditemukan hingga ketinggian 400 m dpl. Suhu optimal untuk pertumbuhan sagu berkisar antara 24,50 – 29oC dan suhu minimal 15oC, dengan kelembaban nisbi 90%. Sagu sanggup tumbuh baik di daerah 100 LS - 150 LU dan 90 – 180 darajat BT , yang mendapatkan energi cahaya matahari sepanjang tahun. Sagu sanggup ditanam di daerah dengan kelembaban nisbi udara 40%. Kelembaban yang optimal untuk pertumbuhannya yakni 60%.
Tanaman sagu membutuhkan air yang cukup, namun penggenangan permanen sanggup mengganggu pertumbuhan sagu. Sagu tumbuh di daerah rawa yang berair tawar atau daerah rawa yang bergambut dan di daerah sepanjang pedoman sungai, sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat > 70% dan materi organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik yakni pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar materi organik tinggi. Sagu sanggup tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu bisa tumbuh pada lahan yang mempunyai keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah yang kadar materi organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
Sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang mempunyai dampak pasang surut, terutama bila air pasang tersebut merupakan air segar. Lingkungan yang paling baik untuk pertumbuhannya yakni daerah yang berlumpur, dimana akar nafas tidak terendam. Pertumbuhan sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar, terutama potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium.
Pengertian mengenai hutan sagu yakni hutan yang didominasi oleh tumbuhan sagu. Selain sagu, masih bnyak tumbuhan lain yang ditemukan dalam tempat tersebut. Selain itu, dalam satu hamparan hutan sagu tidak hanya tumbuh satu jenis sagu, tetapi terdapat bermacam-macam jenis sagu dan struktur tanaman.
- Teknologi Perbanyakan tumbuhan sagu
Teknologi perbanyakan tumbuhan sagu sanggup dilakuan dengan metode generatif dan vegetatif. Secara generatif yaitu dengan memakai biji yang berasal dari buah yang sudah renta dan rontok dari pohonnya. Biji yang digunakan yakni biji yang berasal dari pohon induk yang baik, yang subur dan produksinya tinggi.
Perbanyakan tumbuhan sagu secara vegetatif sanggup dilakukan dengan memakai bibit berupa anakan yang menempel pada pangkal batang induknya yang disebut dangkel atau abut (jangan yang berasal dari stolon).
- Persemaian dan Pembibitan
D.1. Persyaratan Benih atau Bibit
Syarat bibit untuk pembibitan cara generatif yakni biji yang digunakan sudah tua, tidak cacat fisik, besarnya rata-rata dan bertunas. Syarat bibit untuk pembibitan cara vegetatif yakni berasal dari tunas atau anakan yang umurnya kurang dari 1 tahun, dengan diameter 10-13 cm dan berat 2-3 kg. Tinggi anakan +1 meter dan punya pucuk daun 3-4 lembar.
D.2. Penyiapan Benih atau Bibit
a). Cara generatif
Biji yang digunakan berasal dari buah yang sudah renta dan jatuh/rontok dari pohon induk yang baik, yaitu subur dan produksinya tinggi, tumbuh pada lahan yang masuk akal serta produksi klon rata-rata tinggi. Biji/buah yang diambil tersebut yakni buah yang tidak cacat fisik, besarnya rata-rata, dan bernas.
b). Cara Vegetatif
Pembiakan secara vegatatif sanggup dilakukan dengan memakai bibit berupa anakan yang menempel pada pangkal batang induknya. Adapun cara pengadaan yakni sebagai berikut :
- Pengambilan dengkel dipilih yang terletak di permukaan atas.
- Pemotongan dilakukan di sisi kiri dan kanan sedalam 30 cm, tanpa membuang akar serabutnya.
- Dangkel yang telah dipotong, dibersihkan dari daun-daun dan ditempatkan pada tempat yang menerima cahaya matahari eksklusif dengan pecahan permukaan belahan tepat pada tempat di mana cahaya matahari jatuh, selama 1 jam.
- Luka bekas irisan dangkel yang msih tertanam segera dilumuri dengan zat epilog luka (seperti : TB-1982 atau
Acid Free Coalteer) untuk mencegah hama dan penyakit. - Bibit sagu direndam dalam air
aerobic selama 3-4 minggu. Setelah itu bibit ditanam. - Penyiapan dangkel sebaiknya dilakukan pada waktu menjelang
sore hari, kemudian pada sore hari dangkel dikumpulkan dan pada waktu malam hari diangkut ke lahan, untuk menghindari kerusakan dangkel oleh cahaya matahari.
D.3. Teknik Penyemaian Benih
a) Cara generatif :
Secara generatif penyemaian benih tumbuhan sagu sanggup dilakukan dengan cara perkecambahan tidak langsung, penyiapan media , penataan bibit dan pembibitan, sebagai berikut.
1. Perkecambahan tak langsung
- Penyiapan media : Wadah atau kolam dari bata atau bambu berukuran tinggi 30-40 cm, panjang tidak lebih dari 2
meter dan lebar 1,2 – 1,5 cm. Selanjutnya sepertiga pecahan bawah diisi pasir dan atasnya serbuk gergaji basah. - Penataan Bibit : bibit ditata dengan jarak 10 x 10 cm; 10 x 15 cm; atau 15 x 15 cm dengan posisi miring atau tegak, pecahan forum diletakkan di bawah, ¾ pecahan bibit ditekan dalam serbuk gergaji. Kelembaban media dijaga antara 80-90%. Setelah umur 1-2 bulan dan sudah berdaun 2-3 lembar, bibit dipindah ke bedeng pembibitan.
2. Pembibitan (Perkecambahan tak eksklusif di media pembibitan)
- Penyiapan media : Tanah diolah sedalam 45-60 cm, digemburkan dan ditambah pupuk dasar. Ukuran bedeng tinggi 30 cm; lebar 1,25 m; dan panjang + 8-10 dengan jarak antar bedengan 30-50 cm.
- Pengaturan pembibitan tanpa penjarangan : Bibit ditanam dengan jarak 25 x 25cm hingga dengan 40 x 40 cm. Pengaturan pembibitan dengan penjarangan : Pada mulanya bibit ditanam dengan jarak rapat, yaitu 12,5 x 12,5 cm; 15 x 15 cm; atau 20 x 20 cm.
D.4. Pemeliharaan Penyemaian
Cara generatif dengan penjarangan :
- Dilakukan sesudah satu bulan, yaitu menjadi 25 x 25 cm; atau 40 x 40 cm.
- Selama masa penyemaian kelembaban dipertahankan 80 – 90 %
- Diberi naungan semoga tidak kena cahaya matahari langsung.
- Peyiraman dilakukan setiap saat.
D.5. Pemindahan Bibit
a). Cara generatif :
Bibit yang berumur 6 -12 bulan sanggup dipindahkan atau ditanam. Cara pengangkatannya ke kebun atau tempat penanaman mudah dan murah.
b). Cara Vegetatif
Setelah diambil sanggup eksklusif ditanam.
- Pengolahan Media Tanam
- Persiapan
Lahan dipilih yang sesuai dengan ketentuan. Menurut kebiasaan petani sagu Riau dan Maluku, penanaman sagu dilakukan pada awal ekspresi dominan hujan.
- Pembukaan Lahan
Lahan dibersihkan dari semua vegetasi di bawah diameter 30 cm erat permukaan tanah dan semua pohon yang tinggal. Vegetasi bawah dan ranting – ranting kecil tersebut dibakar dan abunya untuk pupuk. Pokok – pokok batang yang besar, yang sulit penggaliannya sanggup ditinggalkan begitu saja di lahan, kecuali pokok – pokok yang berada pada calon baris tumbuhan harus dibersihkan.
- Pembentukan bedengan
Dilakukan untuk penanaman dengan cara blok (biasanya dilakukan perusahaan perkebunan sagu). Adapun tata cara pembangunan blok adalah:
- Ukuran blok 400 x 400 m, jadi satu blok luasnya 16 ha. Biasanya di tengah – tengah blok dibangun
kanal tersier. Kanal yang harus dibangun ada 3 macam, yaitu : kanal utama, kanal sekunder, dan kanal tersier.- Kanal utama yakni kanal yang digali tegak lurus terhadap sungai, dibangun di setiap dua blok kebun sagu, jaraknya dari kanal utama satu dengan yang lain yakni 800 m. Fungsinya sebagai pengaliran air dari sungai ke dalam blok – blok sagu, dan sebagai jalur transportasi utama dari kebun ke sungai dan sebaliknya, serta untuk penyanggah dampak air pasang. Kanal utama ini lebarnya 2,5 m.
- Kanal sekunder yakni kanal yang digali tegak lurus terhadap kanal utama (melintang pada blok dan kanal utama). Kanal ini berfungsi sebagai pembatas antara empat blok sagu disebelahnya; sebagai jalur transportasi sagu dari kebun dan atau kanal tersier ke kanal utama. Lebar kanal sekunder yakni 2 m.
- Kanal tersier yakni kanal yang digali pada pertengahan blok atau di antara dua blok atau melintangi di antara blok – blok yang saling berseberangan dan sebagai jalur transportasi dari kebun sagu pecahan dalam, ke sungai atau kanal utama, atau ke kanal sekunder atau juga ke kanal tersier melintang dan sebaliknya. Lebar kanal tersier yakni 1,5 m.
- Saluran drainase lebarnya 0,75 – 1,00 m.
- Lain - lain
Menentukan sistem dan alat transportasi, lantaran lahan penanaman sagu didominasi oleh lahan yang berupa rawa dan lahan pantai yang sering dipengaruhi pasang surut. Lahan sebagian merupakan daerah berair, maka infrastruktur harus terdiri atas sistem kanal sebagai pengganti jalan darat.
- Penanaman dan Penyulaman
- Penentuan Pola tanam
Penanaman dengan sistem blok yakni jarak tanam atau jarak lubang antar bervariasi antara 8-10 meter , sehingga satu hektar hanya menampung + 150 buah. Jarak tanam yang dianggap ideal adalah :
- Sagu Tuni 8 x 8 atau 9 x 9 m, korelasi segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.
- Sagu Ihur 9 x 9 m, korelasi segitiga sama sisi, sehingga 1 hektar akan memuat 143 tanaman.
- Sagu Molat 7 x 7, korelasi segi empat, sehingga 1 hektar akan memuat 2043 tanaman
- Jika ketiga varietas ditanam secara bersama – sama, maka ditanam secara terpisah berdasarkan blok.
- Pembuatan Lubang tanam
Lubang tanam digali sebulan/selambat-lambatnya 1 ahad sebelum penanaman dengan ukuran lubang 30x30x30 cm. Hasil galian tanah pecahan atas dipisahkan dari tanah lapisan bawah dan dibiarkan beberapa hari. Pada lubang tumbuhan itu ditempatkan pancang – pancang bambu, tiap lubang 2 pacang.
- Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan membenamkan dangkel ke dalam lubang tanaman. Bagian pangkal dangkel ditutup dengan tanah remah bercampur gambut. Tanah epilog jangan ditekan tapi dangkel jangan hingga bergerak. Tanah lapisan atas dimasukkan hingga separuh lubang apabila mungkin di campur puing – puing. Akar – akar dibenamkan pada tanah epilog lubang dan pangkalnya agak ditekan sedikit ke dalam tanah.
- Penyiangan (pengendalian gulma)
Penyiangan dilakukan terhadap gulma dan dilakukan pada sagu muda (3 – 4 tahun), alasannya rawan terhadap serangan hama. Gulma juga akan memperbesar peluang kebun dilanda kebakaran. Proses penyiangan sanggup dilakukan dengan memakai tangan, sabit, parang, cangkul dan sebagainya. Hasil dari penyiangan dipendam/dikomposkan. Bila gulma mengandung hama/vektor dan kayu, dibakar dan abunya dijadikan pupuk.
- Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada tumbuhan sagu terdapat hama dan penyakit yang sanggup mengurangi hasil panen. Beberapa jenis hama dan penyakit yakni sebagai berikut.
Hama
a. Kumbang (Oryctes rhinoceros sp.)
Gejala dari serangan hama ini yakni terdapat lubang pada pucuk daun bekas gerekan kumbang, sesudah berkembang tampak terpotong mirip di gunting dalam bentuk segitiga. Pengendalian sanggup dilakukan secara mekanis dan bilogis. Pengendalian secara mekanis yakni dengan cara pohon – pohon sagu yang menerima serangan ditebang dan dibakar. Pengendalian secara biologis sanggup dengan memakai musuh alami.
b. Kumbang sagu (Rhynchophorus sp)
Ciri dari serangan hama ini adalah, serangan sekunder sesudah kumbang oryctes biasanya meletakkan telur di luka bekas oryctes. Bila serangan terjadi pada titik tumbuh sanggup menjadikan ajal pohon. Pengendalian sanggup dilakukan dengan cara mekanik dan biologis.
c. Ulat daun Artona (Artona catoxantha, Hamps. Atau Brachartona catoxantha)
Ulat daun selain merusak daun pada sagu, juga menyerang pada daging buah, ulat daun ini menyerang jaringan dalam daun. Pengendalian pada ulat daun sanggup dilakukan secara mekanik dan biologis.
d. Babi hutan
Binatang ini merusak sagu tingkat semai dan sapihan (umur 1-3 tahun), memakan umbut (pucuk batang yang masih muda). Pengendalian hama hewan ini yakni dengan cara memburu dan membunuhnya semoga populasi terkendali.
e. Kera (Macaca irus)
Binatang ini mempunyai potensi untuk merusak pecahan sagu muda dan selalu merusak lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pengendalian untuk hewan ini sama dengan pengendalian hewan babi hutan.
Penyakit
Penyakit yang biasanya terdapat pada tumbuhan sagu yakni bercak kuning yang disebabkan oleh cendawan Cercospora. Gejala dari penyakit ini yakni daun berbercak – bercak coklat.
- Pemupukan
Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tumbuhan sagu, antara lain kalsium, kalium dan magnesium. Pada hutan sagu liar, pemeliharaan tumbuhan berupa pemupukan jarang dilakukan. Berbeda dengan hutan budidaya sagu yang mengejar produktivitas yang optimal, maka akan dilakukan pemupukan. Beberapa jenis pupuk dan takaran pemupukan disajikan pada Tabel 65.
Pemupukan dilakukan dengan membenamkan pupuk dalam tanah, semoga tidak terbawa air sebelum terabsorbsi oleh akar tumbuhan lahan yang berada di daerah rawa/dataran rendah dan pasang surut yang sering yang terjadi luapan air. Pemupukan dilaksanakan secara melingkar di sekeliling rumpun atau secara lokal di daun sisi rumpun pada jarak sejauh pertengahan antara ujung tajuk dengan pohon/rumpun sagu. Waktu pemupukan untuk tumbuhan sagu muda yakni hingga 1 tahun menjelang panen, pemupukan dilakukan 1-2 kali setahun. Pemupukan sekali setahun, dilakukan pada awal ekspresi dominan hujan. Sedangkan untuk pemupukan dua kali setahun dilakukan pada awal dan selesai ekspresi dominan hujan, masing – masing dengan ½ dosis.
Tabel 65. Dosis pupuk pada budidaya sagu (per pohon)
Umur Tanaman (tahun) | Urea (g) | Phosphat Alam (g) | TSP (g) | KCL (g) | Kieserite (mg) |
0 | 0 | 300 | 0 | 0 | 0 |
1 | 100 | 0 | 100 | 50 | 0 |
2 | 150 | 0 | 150 | 100 | 0 |
3 | 200 | 0 | 200 | 150 | 30 |
4 | 250 | 250 | 0 | 250 | 40 |
5 | 300 | 0 | 300 | 250 | 50 |
6 | 400 | 400 | 0 | 400 | 80 |
7 | 500 | 0 | 500 | 500 | 100 |
8 | 500 | 500 | 0 | 600 | 120 |
>9 | 500 | 0 | . 500 | 700 | 140 |
- Panen
Ciri dan umur panen
Panen sanggup dilakukan umur 6 -7 tahun, atau bila ujung batang mulai membengkak disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih terutama pada pecahan luarnya. Tinggi pohon 10 – 15 m, diameter 60 – 70 cm, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50 – 60 cm. Ciri pohon sagu siap panen pada umumnya sanggup dilihat dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk dan batang. Cara penentuan pohon sagu yang siap panen di Maluku yakni sebagai berikut :
- Tingkat Wela/putus duri, yaitu suatu fase dimana sebagian duri pada pelepah daun telah lenyap. Kematangannya belum tepat dan kandungan acinya masih rendah, tetapi dalam keadaan terpaksa pohon ini sanggup di panen.
- Tingkat Maputih, ditandai dengan menguningnya pelepah daun, duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruhnya lenyap, kecuali pada pecahan pangkal pelepah masih tertinggal sedikit. Daun muda yang terbentuk ukurannya semakin pandek dan kecil. Pada tingkat ini sagu jenis Metroxylon rumphii Martius sudah siap dipanen, lantaran kandungan acinya sangat tinggi.
- Tingkat Maputih masa/masa jantung, yaitu fase dimana semua pelepah daun telah menguning dan kuncup bunga mulai muncul. Kandungan acinya telah padat mulai dari pangkal batang hingga ujung batang merupakan fase yang tepat untuk panen sagu ihur (Metroxylon sylvester Martius)
- Tingkat siri buah, merupakan tingkat kematangan terakhir, di mana kuncup bunga sagu telah mekar dan bercabang ibarat tanduk rusa dan buahnya mulai terbentuk. Fase ini merupakan dikala yang paling tepat untuk memanen sagu jenis Metroxylon longisipium Martius
Cara Panen
Langkah-langkah pemanenan sagu yakni sebagai berikut :
- Pembersihan untuk menciptakan terusan ke rumpun dan pencucian batang yang akan di potong untuk memudahkan penebangan dan pengangkutan hasil tebangan.
- Sagu dipotong sedekat mungkin dengan akarnya. Pemotongan memakai kampak/mesin pemotong (gergaji mesin).
- Batang dibersihkan dari pelepah dan sebagian ujung batangnya lantaran acinya rendah, sehingga tinggal gelondongan batang sagu sepanjang 6 – 15 meter. Gelondongan dipotong – potong menjadi 1-2 meter untuk memudahkan pengangkutan. Berat 1 gelondongan adalah + 120 kg dengan diameter 45 cm dan tebal kulit 3,1 cm.
Periode Panen dan Perkiraan Produksi
Pemanenan kedua dilakukan dengan jangka waktu + 2 tahun. Perkiraan produksi hasil yang paling mendekati kenyataan pada kondisi liar dengan produksi 40 – 60 batang/ha/tahun, jumlah empulur 1 ton/batang, kandungan aci sagu 18,5 %, sanggup diperkirakan hasil per hektar per tahun yakni 7 – 11 ton aci sagu kering. Secara teoritis, dari satu batang pohon sagu sanggup dihasilkan 100 -600 Kg aci sagu kering. Rendemen total untuk pengolahan yang ideal yakni 15%.
2. Teknik Produksi Bioethanol Sagu
Bagian terpenting dalam tumbuhan sagu yakni batang sagu lantaran merupakan tempat penyimpanan cadangan kuliner (karbohidrat) yang sanggup menghasilkan pati sagu. Tinggi batang sagu cukup umur mencapai 10 m . Ukuran dari batang sagu dan kandungan patinya tergantung pada jenis sagu, umur dan habitatnya. Pada umur panen sekitar 11 tahun ke atas empulur sagu mengandung pati sekitar 15-20 persen. Setiap pohon sagu sanggup menghasilkan tepung sagu berkisar antara 50-450 kg tepung sagu basah.
Kandungan pati maksimal terjadi pada waktu sagu sebelum berbunga. Munculnya primordia bunga biasanya memperlihatkan kandungan pati menurun. Kandungan pati menurun lantaran digunakan sebagai energi untuk pembentukan bunga dan buah. Setelah pembungaan dan pembentukan buah, batang akan menjadi kosong dan tumbuhan sagu mati. Keadaan tersebut mempermudah petani dalam mengetahui kandungan pati sagu secara maksimal.
Sagu merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial disamping beras, khususnya bagi sebagian besar masyarakat di tempat Timur Indonesia mirip Irian Jaya dan Maluku. Beberapa produk olahan dari pati sagu antara lain papeda, soun, dan ongol-ongol. Diperkirakan hampir 90% areal sagu Indonesia berada di Irian Jaya dan dikala ini arealnya menyusut akhir esksploitasi yang berlebihan. Sistem pengolahan sagu di Indonesia masih sangat rendah yang ditandai dengan kapasitas dan produktivitas pengolahan yang masih rendah.
Di pasaran internasional tepung sagu digunakan sebagai materi substitusi tepung terigu untuk pembuatan biskuit, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi, industri perekat, dan industri farmasi. Pemanfaatan dan nilai tambah sagu pada tingkat petani masih sangat sederhana. Hal ini lantaran sebagian besar tujuan pengolahan sagu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Cara sederhana tersebut menghasilkan rendemen yang rendah dan kurang efisien.
Sagu mempunyai kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi yang tinggi. Dengan kandungan tersebut, sagu berpotensi dijadikan sebagai materi baku sirup glukosa yang sanggup meningkatkan nilai tambah sagu. Pati sagu mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin. Perbandingan komposisi kadar amilosa dan amilopektin akan menghipnotis sifat pati. Semakin tinggi kadar amilosa maka pati bersifat kurang kering, kurang lekat dan gampang menyerap air (higroskopis).
Pati sagu mempunyai granula yang berbentuk elips agak terpotong dengan ukuran granula sebesar 20-60 mm dan suhu gelatinisasinya berkisar 60-72oC. Sedangkan berdasarkan Wirakartakusumah et al., (1986) suhu gelatinisasi pati sekitar 72-90oC.
- Hidrolisis Pati
Sebagai materi baku bioetanol, pati sagu akan dihidrolisis untuk mendapatkan glukosa, kemudian dilakukan fermentasi untuk mendapatkan bioetanol. Hidrolisis pati sagu akan menghasilkan hidrolisat pati yang merupakan cairan kental dengan komponen utamanya glukosa. Hidrolisis pati menjadi glukosa sanggup dilakukan dengan dukungan asam atau enzim pada waktu, suhu dan pH tertentu. Berbagai cara hidrolisis pati telah banyak dikembangkan diantaranya yaitu hidrolisis asam, hidrolisis enzim dan kombinasi asam dan enzim.
Hidrolisis pati memakai asam mempunyai diagram proses yang sederhana, namun memerlukan persyaratan peralatan yang rumit (tahan panas, tekanan tinggi). Berbeda dengan hidrolisis enzimatis, selain kondisi proses yang tidak ekstrim, pemakaian enzim sanggup menghasilkan rendemen dan mutu larutan glukosa yang lebih tinggi dibandingkan hidrolisis secara asam. Pada hidrolisis secara enzimatis ikatan pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan apabila memakai asam pemotongan dilakukan secara acak.
Pada proses hidrolisis pati sagu terdapat tiga tahapan dalam mengkonversi pati yaitu tahap gelatinisasi, likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, tahap likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa.
Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan a-1,4 glikosidik oleh enzim a-amilase pada pecahan dalam rantai polisakarida secara acak sehingga dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan a-limit dekstrin. Enzim. a-amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui pecahan dalam dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan a-(1,4) glikosidik pada amilosa, amilopektin, dan glikogen. Ikatan a-(1,6) glikosidik tidak sanggup diputus oleh a-amilase, tetapi sanggup dibentuk menjadi cabang-cabang yang lebih pendek (Nikolov dan Reilly, 1991). Enzim a-amilase umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, B. licheniformis, Aspergillus oryzae, dan A. niger. pH optimum untuk enzim ini sekitar 6 dengan suhu optimum 60oC. Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum pun semakin meningkat hingga sekitar tujuh.
Pada likuifikasi pati biasanya a-amilase yang digunakan yakni yang mempunyai acara tinggi, sehingga takaran enzim yang digunakan sekitar 0,5-0,6 kg/ton pati atau 1500 U/kg substrat kering. Enzim a-amilase komersial dibentuk oleh Novo Industri A/S antara lain dengan nama Termamyl yang mempunyai ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC. Stabilitas Termamyl tergantung pada suhu, konsentrasi Ca2+, kandungan ion dan ekuivalen dekstrosa. Dosis a-amilase yang biasa digunakan antara 0.5 hingga 0.6 kg Termamyl 102 L per ton pati kering. Satu kNU (kilo Novo a-amilase Unit) yakni jumlah enzim yang sanggup menghidrolisis 5,26 pati (gram standar) per jam suhu 37oC, pH 5,6 pada kondisi standar.
Setelah terjadi likuifikasi, selanjutnya materi akan mengalami proses sakarafikasi oleh enzim amiloglukosidase. Amiloglukosidase merupakan eksoenzim yang terutama memecah ikatan a-(1,4) dengan melepaskan unit-unit glukosa dari ujung non reduksi molekul amilosa dan amilopektin untuk memproduksi b-D-Glukosa. Nama trivial yang sering digunakan pada enzim ini yakni amiloglukosidase (AMG), glukoamilase, dan gamma-amilase (Kulp, 1975). Amiloglukosidase ditemukan pada tahun 1950-an dan digunakan secara luas pada teknologi bioproses pati dan industri makanan. Kegunaan yang luas dan spesifik menjadikan amiloglukosidase digunakan pada produksi gula cair.
Amiloglukosidase diproduksi dalam jumlah besar dari kapang dan khamir, tetapi hanyaAspergillus dan Rhizopus yang digunakan secara komersial. Suhu optimum untuk enzim amiloglukosidase berkisar 40-60oC dengan pH optimum 3-8.
Amiloglukosidase yang umumnya digunakan pada tahap likuifikasi berasal dariAspergillus niger. Pada kondisi yang sesuai, enzim amiloglukosidase ditambahkan dengan takaran berkisar 1,65-0,80 liter enzim per ton pati dengan takaran sebesar 200 U/kg pati (Chaplin dan Buckle, 1990). Amiloglukosidae yang berasal dari Novo yaitu AMG tersedia dalam bentuk cair dengan acara 200, 300 atau 4000 AGU g-1. Satu AGU (Amiloglukosidase Unit) yakni jumlah enzim yang menghidrolisis 1 mmol maltosa per menit pada suhu 25oC dan kondisi standar.
- Fermentasi Etanol
Hasil hidrolisis pati selanjutnya difermentasi dengan dukungan mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi etanol yakni khamir. Khamir yang biasa digunakan untuk menghasilkan etanol adalah Saccharomyces cerviseae.Saccharomyces cerviseae sering digunakan pada fermentasi etanol lantaran menghasilkan etanol yang tinggi, toleran terhadap kadar etanol yang tinggi, bisa hidup pada temperatur tinggi, tetap stabil selama kondisi fermentasi dan sanggup bertahan hidup pada pH rendah.
Saccharomyces cerviseae bisa didapatkan dalam bentuk kultur murni maupun terkandung dalam ragi. Saccharomyces cerviseae bisa diproduksi menjadi ragi, baik untuk pembuatan roti (roti (baker’s yeast) ataupun pada pembuatan minuman beralkohol (brewing yeast dan wine yeast). Dalam pembuatan ragi digunakan strainSaccharomyces cerviseae yang berbeda. Strain Saccharomyces cerviseae yang berbeda mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda. Pada pembuatan ragi roti digunakan Saccharomyces cerviseae yang mempunyai sifat antara lain menghasilkan karbondioksida yang tinggi serta bisa memperlihatkan tekstur dan rasa yang baik. Sementara Saccharomyces cerviseae yang digunakan untuk produksi alkohol mempunyai sifat antara lain bisa menghasilkan etanol yang tinggi.
Ragi roti mengandung sel hidup (viable cell) Saccharomyces cerviseae yang mengalami asimilasi sel lantaran terdapat dalam kondisi aerobik (Retledge, 2001). Ragi roti biasanya berbentuk kering dengan berat kering 95% atau bentuk lembap dengan berat kering 25-29%. Ragi roti biasanya digunakan sebagai zat pegembang gabungan dan untuk memperlihatkan tekstur serta rasa yang khas pada roti. Sementara itu ragi pada minuman beralkohol (brewing yeast dan wine yeast) digunakan sebagai inokulum pada pembuatan minuman beralkohol. Ragi yang paling banyak digunakan dan tersedia banyak di pasaran yakni ragi roti. Strain Saccharomyces cerviseae yang digunakan berbeda antara ragi roti dan ragi untuk industri alkohol.
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembang biakannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan yakni karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, zat besi dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari dari gula, sumber nitrogen didapatkan dari amonia, asam amino, peptida, pepton, nitrat atau urea tergantung pada jenis khamir. Fosfor merupakan unsur penting dalam kehidupan khamir terutama dari pembentukan alkohol dari gula.
Pada permulaan proses fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya sehingga fermentasi terjadi secara aerob. Setelah terbentuk CO2, reaksi akan menjelma anaerob. Alkohol yang terbentuk akan menghalangi fermentasi lebih lanjut sesudah tercapai konsentrasi antara 13-15% volume. Konsentrasi alkohol akan menghalangi fermentasi tergantung pada temperatur dan jenis khamir yang digunakan.
Khamir tumbuh terbaik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa khamir sanggup tumbuh pada kondisi anaerobik. Proses respirasi pada kondisi aerobik digantikan proses fermentasi pada proses anaerobik. Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan yang memungkinkan lantaran energi yang dihasilkan pada respirasi jauh lebih besar dibandingkan energi yang dihasilkan pada fermentasi (Barnett et al., 2000). Bila terdapat udara pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit lantaran terdapat proses respirasi sehingga terjadi konversi gula menjadi karbondioksida dan air.
Suhu optimum pertumbuhan khamir yakni pada suhu 25o-30oC dan maksimum pada 35oC-47oC. Sedangkan pH optimum yakni 4-5. Batas minimal aw untuk khamir biasa yakni 0,88-0,94 sedangkan untuk khamir osmofilik sanggup tumbuh pada aw yang lebih rendah yaitu sekitar 0,32-0,65. Namun demikian banyak juga khamir osmofilik yang pertumbuhannya terhenti pada aw 0,78 mirip pada larutan garam ataupun sirup (Frazier dan Westhoff, 1978).
Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir yang baik yakni rentang antara 3-6. Perubahan pH sanggup menghipnotis pembentukan hasil samping fermentasi. pH pertumbuhan berafiliasi positif dengan pembentukan asam piruvat. Pada pH tinggi maka lag fase akan berkurang dan aktifitas fermentasi akan naik. Pengaruh pH pada pertumbuhan khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol. Untuk menurunkan pH sanggup digunakan asam sitrat sedangkan untuk menaikkan pH sanggup digunakan natrium benzoat.
Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan gula menjadi etanol dan CO2 dihasilkan oleh sel khamir. Enzim yang berperan dalam pembuatan etanol dari glukosa yakni heksosinase, fospoheksoisomerase, fosfofruktokinase, aldose, triosefospate isomerase, gliseraldehid 3 fosfat dehydrogenase, phosphoglycerokinase, piruvat karboksilase dan alkohol dehidrogenase.
Secara teoritis konversi molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2menururt persamaan Gay Lussac:
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)
Dari persamaan di atas sanggup dijelaskan bahwa 51,1% gula diubah menjadi etanol dan 49,9% diubah menjadi karbondioksida. Akan tetapi hasil ini kebanyakan tidak sanggup dicapai lantaran adanya hasil sampingan. Pada kenyataannya hanya 90-95% dari nilai ini yang sanggup dicapai. Konsentrasi alkohol yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang digunakan dan kadar gula. Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh temperatur, aerasi, kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey, 1954).
Penambahan inokulum khamir sanggup dilakukan dengan banyak sekali bentuk diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering. Banyaknya khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3 % (Prescott dan Dunn, 1959). Menurut Undekofler dan Hickey (1954) paling sedikit penambahan starter aktif pada pembuatan anggur yakni sekitar 1% kalau substrat yang digunakan higienis dan bebas dari khamir yang tidak diinginkan.
3. Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Sagu
A. Analisis finansial budidaya sagu
Budidaya sagu yang dilengkapi dengan unit pengolahan pati sagu memakai beberapa perkiraan sebagai berikut.
- Luas lahan budidaya yakni 96 ha, yang terbagi dalam 6 blok tanam, masing-masing 16 ha.
- Populasi kebun 143 pohon/ha
- Jumlah bibit cadangan 30% dari total kebutuhan bibit
- Sagu mulai dipanen pada tahun ke 6, rotasi pemanenan 2 tahun dan berproduksi hingga tahun ke 25.
- Biaya tenaga kerja per hari Rp.20.000,-, atau Rp.600.000,- perbulan.
- Kebutuhan bibit siap tanam 13.728 bibit
- Produktivitas lahan yakni 50 batang sagu/ha/tahun setara dengan 10 ton sagu/ha/tahun.
- Harga jual pati sagu Rp.2.200,-/kg.
BIAYA
Pendirian kebun budidaya sagu seluas 96 ha memerlukan biaya investasi dan biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya investasi terdiri dari biaya pembelian peralatan, dan biaya pengadaan sarana penunjang antara lain lahan, bangunan, unit pengolahan sagu, peralatan kantor serta sarana transportasi. Biaya sarana penunjang yang dikeluarkan yakni Rp. 5,729,350,000,- sedangkan biaya pembelian peralatan yakni Rp. 76,470,000,-. Investasi untuk peralatan dilakukan setiap tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda. Komponen biaya investasi pendirian kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk tahun pertama disajikan pada Tabel 66. Secara rinci, biaya investasi pendirian kebun dan unit pengolahan sagu disajikan pada Lampiran 20.
Tabel 66. Kebutuhan investasi kebun budidaya 96 ha
Uraian Investasi | Total Biaya (Rp) | |
A | Fasilitas penunjang | |
1. Kantor dan unit pengolahan | 5,300,000,000 | |
2. Kendaraan, infrastruktur kebun | 412,500,000 | |
3. Fasilitas penunjang kantor | 16,850,000 | |
B | Peralatan budidaya | 76,470,000 |
Total Investasi | 5,805,820,000 |
Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan yakni sebesar Rp. 134,182,320,- untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 33,600,653,- untuk pembelian bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 67.
Tabel 67 . Rincian biaya operasional pendirian hutan budidaya sagu
Tenaga Kerja | Jumlah | Satuan | Harga/satuan | Total | ||||||||
I | Persiapan Lahan | |||||||||||
1 | Pembersihan lahan | 1440 | HOK | 20,000 | 28,800,000 | |||||||
2 | Pengolahan tanah | 1440 | HOK | 20,000 | 28,800,000 | |||||||
3 | Pemancangan bambu | 576 | HOK | 20,000 | 11,520,000 | |||||||
4 | Pembuatan lubang tanam | 1440 | HOK | 20,000 | 28,800,000 | |||||||
II | Persemaian dan Pembibitan | |||||||||||
1 | Pengolahan tanah dan pembuatan bedengan | 23 | HOK | 20,000 | 450,000 | |||||||
2 | Penanaman bibit | 45 | HOK | 20,000 | 892,320 | |||||||
3 | Pemeliharaan | 18 | HOK | 20,000 | 360,000 | |||||||
III | Penanaman | |||||||||||
2 | Pemberian pupuk | 768 | HOK | 20,000 | 15,360,000 | |||||||
3 | Penanaman | 960 | HOK | 20,000 | 19,200,000 | |||||||
Total Biaya TK | 134,182,320 | |||||||||||
BAHAN | ||||||||||||
1 | Bambu | 27,456 | buah | 300 | 8,236,800 | |||||||
2 | Pupuk pd pembibitan | |||||||||||
Urea | 178.464 | kg | 1,400 | 249,850 | ||||||||
SP-36 | 178.464 | kg | 1,600 | 285,542 | ||||||||
KCL | 178.464 | kg | 2,200 | 392,621 | ||||||||
3 | Pemupukan pd penanaman | |||||||||||
Urea | 0 | kg | 2,600 | 0 | ||||||||
PA/SP-36 | 4118.4 | kg | 1,600 | 6,589,440 | ||||||||
TSP | 0 | kg | 1,800 | 0 | ||||||||
KCl | 0 | kg | 3,500 | 0 | ||||||||
Kieserite | 0 | 1,200 | 0 | |||||||||
4 | Pestisida | 384 | l | 50,000 | 19,200,000 | |||||||
5 | Bibit sagu | 17,846 | buah | 1,000 | 17,846,400 | |||||||
Total Biaya Bahan | 52,800,653 | |||||||||||
Pada tahun ke-6 , biaya tenaga kerja bertambah dengan adanya biaya untuk panen dan pengolahan pati sagu begitu juga adanya penambahan biaya operasional untuk pengolahan berupa listrik air dan materi bakar. Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya secara lengkap disajikan pada Lampiran 21.
PENDAPATAN
Pendapatan kebun dan unit pengolahan sagu dihasilkan dari penjualan pati sagu. Dengan perkiraan harga pati Rp. 2.200.000,- per ton dan produktivitas lahan 10 ton pati sagu/ha/tahun maka perusahaan akan mendapatkan pemasukan sebesar Rp. 2,112,000,000,- yang diperoleh setiap dua tahun sekali.
PROYEKSI ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA
Kelayakan perjuangan budidaya sagu dianalisis memakai proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C serta PBP. Usaha dikatakan layak kalau sanggup memenuhi kewajiban finansial serta sanggup mendatangkan laba bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan pada Lampiran 22, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 68.
Tabel 68. Kriteria kelayakan perjuangan budidaya dan pengolahan sagu
Kriteria investasi | Nilai |
NPV | 143,201,144.82 |
IRR | 20% |
B/C Ratio | 1.421587641 |
Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa perjuangan pendirian kebun budidaya kelapa sawit layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan umur proyek 25 tahun, nilai NPV yakni positif, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank (20% > 15%) dan B/C ratio lebih besar dari 1.
B. Analisis Finansial Bioetanol Sagu
1. Asumsi perhitungan
Dalam perhitungan analisis finansial bioetanol sagu digunakan beberapa perkiraan yaitu umur ekonomi proyek 20 tahun, kapasitas produksi 33 ribu KL/tahun serta beberapa parameter lainnya yang disajikan pada Tabel 69.
Tabel 69. Asumsi perhitungan finansial industri bioetanol sagu
Asumsi | Satuan | Nilai | ||
1 | Kapasitas produksi | |||
bioetanol | kilo liters/tahun | 33,000 | ||
2 | Pembiayaan | |||
Debt Equity Ratio | 65% | 35% | ||
Bunga | ||||
- Investasi | p.a. | 10% | ||
- Modal kerja | p.a. | 10% | ||
Pengembalian | ||||
- investasi | tahun | 5 | ||
- Modal kerja | tahun | 2 | ||
Depresiasi | tahun(straight line) | 12 | ||
3 | UTILITIES | |||
Uap panas | Rp/Ton | 80,000.00 | ||
Air | Rp/M3 | 285.00 | ||
Listrik | Rp/KWh | 570.00 | ||
4 | Bahan baku | |||
Sagu | Rp/Ton | 2,000,000 | ||
Total kebutuhan | Ton/ hari | 183.33 | ||
Faktor konversi | % | 60% | ||
5 | Bahan kimia dan materi tambahan | |||
Asam sulfat | Rp/Kg | 2,450.00 | ||
Asam phospat | Rp/Kg | 5,250.00 | ||
NaOH | Rp/Kg | 1,750.00 | ||
Amonia cair | Rp/Kg | 4,375.00 | ||
Anti busa | Rp/Kg | 21,000.00 | ||
Alfa Amylase | Rp/Kg | 70,000.00 | ||
Gluco Amylase | Rp/Kg | 87,500.00 | ||
Urea | Rp/Kg | 2,600.00 | ||
6 | Lain-lain | |||
Tenaga kerja | Rp/TOK | 54,000,000 | 88 | |
Pemeliharaan | equip. cost/year | 2% | ||
Administrasi perusahaan | dr biaya TK | 60% | ||
Asuransi | equip. cost/year | 0.7% | ||
Pemasaran | dr penjualan | 0.5% | ||
Laboratorium dan R&D | dr penjualan | 0.5% | ||
7 | Harga Jual | |||
Bioetanol | Rp/KL | 5,500,000 | ||
8 | Hari kerja/tahun | hari | 300 | |
2. Investasi
Biaya investasi untuk pendirian pabrik bioetanol sagu terdiri dari biaya proyek, dan modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diharapkan untuk pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during construction). IDC yakni biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik (perhitungan disajikan pada Lampiran 23). Sedangkan modal kerja yakni modal yang dikeluarkan untuk keperluan pengadaan materi baku, materi pembantu, tenaga kerja dan biaya operasional untuk menjalankan usaha.
Total investasi yang diharapkan sebesar Rp.188,793,307,153,- dimana modal tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (65:35). Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 70.
Tabel 70. Investasi pendirian pabrik bioetanol sagu
1 | Investasi tetap | OSBL | ISBL | TOTAL |
Pengeluaran pra proyek | 950,000,000 | 950,000,000 | ||
Boiler | 9,120,000,000 | 9,120,000,000 | ||
Pengolahan air limbah, Cooling System & WTP | 33,250,000,000 | 33,250,000,000 | ||
Utilitas | 9,927,500,000 | 9,927,500,000 | ||
Tangki | 14,250,000,000 | 14,250,000,000 | ||
Biaya tambahan, Infrastruktur | 9,053,500,000 | 9,053,500,000 | ||
Pengeluaran team proyek | 4,750,000,000 | 4,750,000,000 | ||
Pabrik | 71,250,000,000 | 71,250,000,000 | ||
Pajak | 0 | |||
Biaya proyek | 81,301,000,000 | 71,250,000,000 | 152,551,000,000 | |
2 | IDC | 10,788,406,720 | ||
Total biaya proyek | 163,339,406,720 | |||
3 | Modal kerja | 14,665,493,713 | ||
Total Investasi | 188,793,307,153 |
Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada jumlah bioetanol yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan yakni modal kerja tertinggi yaitu pada dikala pabrik telah beroperasi maksimal (100%) yaitu sebesar Rp. 14,665,493,713,-, yang merupakan biaya operasional materi baku selama 30 hari dan inventory 15 hari. Rincian perhitungan modal kerja disajikan pada Lampiran 24.
Biaya variabel terdiri dari biaya materi baku dan materi tambahan, utilitas dan konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan kapasitas pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 71.
Tabel 71. Biaya operasional pabrik bioetanol sagu kapasitas 110 KL/hari
DESKRIPSI | Konsumsi | Satuan | Harga | Total |
BIAYA VARIABEL | ||||
Biaya Bahan Baku | ||||
Singkong | 1.67 | mt/kl product | 2,000,000 | 110,000,000,000 |
SUB TOTAL | 110,000,000,000 | |||
Bahan Kimia Dan Tambahan | ||||
Asam sulfat | 3.12 | kg/kl product | 2,450.00 | 252,252,000 |
NaOH 50% | 1.08 | kg/kl product | 1,750.00 | 62,370,000 |
Ammonia cair 30% | 12.25 | kg/kl product | 4,375.00 | 1,768,593,750 |
Urea | 5.18 | kg/kl product | 2,600.00 | 444,444,000 |
Alpha Ammylase | 0.91 | kg/kl product | 70,000.00 | 2,102,100,000 |
Gluco Ammylase | 1.1 | kg/kl product | 87,500.00 | 3,176,250,000 |
SUB TOTAL | 7,806,009,750 | |||
Biaya Utilitas | ||||
Steam | 2.1 | Ton/kl product | 80,000.00 | 5,544,000,000 |
Air | 2.5 | m3/kl product | 285.00 | 23,512,500 |
Listrik | 165 | KWh/kl product | 570.00 | 3,103,650,000 |
SUB TOTAL | 8,671,162,500 | |||
TOTAL VARIABLE COST | 126,477,172,250 | |||
BIAYA TETAP | ||||
Tenaga kerja | 88 | person | 54,000,000 | 4,752,000,000 |
Pemeliharaan | 2% | equip. cost/year | 3,051,020,000 | |
Asuransi | 0.7% | equip. cost/year | 1,067,857,000 | |
Pemasaran | 0.5% | Sales | 907,500,000 | |
Biaya penunjang dan administrasi | 60% | of Manpower cost | 2,851,200,000 | |
Laboratorium dan R&D | 0.5% | of sales | 907,500,000 | |
Depresiasi | 12 | year (straight line) | 10,295,625,000 | |
Bunga | Rp/Year | 6,596,793,403 | ||
TOTAL BIAYA TETAP | 30,429,495,403 | |||
TOTAL BIAYA PRODUKSI | 156,906,667,653 |
Produksi dan Pendapatan Usaha
Dengan kapasitas produksi 110 KL bioetanol per hari, dan harga jual Rp.5.500,- per liter maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 605.000.000,- per hari atau Rp. 15,125,000,000,-. Secara lengkap produksi dan pendapatan perjuangan bioetanol sagu disajikan pada Lampiran 25.
Arus kas dan kriteria kelayakan usaha
Kelayakan industri bioetanol berbahan baku sagu dianalisis memakai proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan IRR. Usaha dikatakan layak kalau sanggup memenuhi kewajiban finansial serta sanggup mendatangkan laba bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan pada Lampiran 26. Adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 72.
Tabel 72. Kriteria Investasi industri bioetanol sagu
Kriteria Investasi | Nilai |
IRR | 15.38% |
NPV | 71,242,631,102 |
Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa perjuangan pendirian industri bioetanol sagu layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan umur proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank (15.38% > 10%).
0 Response to "Budidaya Flora Sagu"
Posting Komentar